Sabtu, 30 Agustus 2014

Juara Berkat Saba

Jumlah peserta jadi perhatian utama saya saat menghadiri Kompas Saba Kampus, Sabtu (14/6) lalu. Aula Gedung C FISIP Unair hampir terisi penuh, bahkan sebelum acara dimulai. Saya terkagum, sekaligus sedikit miris. Sebab, ini bukan kali pertama instansi media mengadakan workshop di Unair, terutama FISIP. Namun, sebelumnya, animo peserta tak pernah setinggi ini.

RAMAI, bahkan sebelum dimulai

Kerap kali, dosen-dosen Ilmu Komunikasi mewajibkan mahasiswa di beberapa mata kuliah tertentu untuk meramaikan acara. Hal serupa tak saya temukan di Kompas Saba Kampus. Hari itu, tak perlu ada ancaman “akan diabsen” untuk mendatangkan ratusan mahasiswa. Entahlah. Mungkin ini hanya soal pemilihan waktu pengadaan acara. Mungkin juga disebabkan publikasi Kompas yang lebih gencar dibanding media lainnya. Bisa jadi juga karena fasilitas yang dijanjikan lebih mumpuni dan tak ditarik biaya sama sekali. Atau memang, nama besar suatu instansi media mempengaruhi tingkat keinginan seseorang untuk menimba ilmu. Ha-ha. Hingga kini pun saya masih bertanya-tanya.

Bicara soal nama besar, tema yang diangkat Kompas adalah Pemilu dan Peran Media. Isu terseksi tahun ini. Di mana, media tentunya punya andil besar untuk membesarkan nama kandidat pada pesta demokrasi lima tahun sekali tersebut. Peran, yang bila dianalogikan, mampu memecah belah Indonesia sedemikian rupa, setelah terakhir kalinya terbagi dua saat harus memilih antara Joy atau Delon.

Menariknya, tema tersebut disampaikan bukan dari pihak redaksi. Melainkan oleh Bestian Nainggolan, Senior Researcher Kompas. Banyak pengetahuan baru yang saya dapatkan. Tentunya dengan perspektif berbeda dari workshop lain yang pernah saya ikuti. Tak hanya itu, Kompas juga menghadirkan Ricky Setiawan yang banyak bicara soal passion. Lagi-lagi ini isu seksi, khususnya bagi mahasiswa. Yang umumnya masih galau ingin melakukan apa selama kuliah dan setelah lulus ingin jadi apa.

Namun, sesi yang paling membekas bagi saya tetaplah sesi kelas Menulis Jurnalistik yang diisi oleh Wisnu Nugroho (Mas Inu). Di kelas ini, saya bukan diminta mendengarkan materi lalu praktik menulis berita. Mas Inu justru lebih banyak sharing pengalamannya menjadi wartawan istana negara. Meski hanya duduk diam dan mendengarkan, banyak pencerahan yang saya dapatkan. Ide-ide untuk tulisan baru pun bermunculan. Salah satunya yang kemudian saya tulis untuk kolom Mahasiswa Bicara di Kompas dan mampu menggondol juara pertama. Terima kasih banyak, Mas. Semoga saja lewat tulisan ini saya berkesempatan untuk kembali bertemu dengan Mas Inu dan mengucapkan terima kasih secara langsung :)

SEDIKIT dari banyak yang saya dapatkan di Kompas Saba Kampus

EFEK tidak langsung mengikuti kelas Menulis Jurnalistik





XOXO,




Amalia Nurul Muthmainnah






Senin, 02 Juni 2014

Please, Don't Take This Post Seriously :))

(maaf kalo pic ini malah mirip video klip lagu galau)

Etjieeeeh.
Halo.
I’m back from the dead.

Maaf yak udah lama (banget!) nggak nyentuh blog ini *sambil tersedu-sedu bersihin debu yang tebelnya udah lima kilometer*
Kemarin-kemarin, saya lagi fokus. Fokus nyari jodoh.

Oke. Long story short, postingan kali ini terinspirasi setelah saya nontonin Mata Najwa edisi Jokowi vs Prabowo dan ngubek-ngubek internet baca tulisan yang ngebahas soal dua manusia itu. Which is, isinya lucu-unyu-munyu-bingit sampai bikin saya “bangkit dari kematian dan kembali menulis blog ini” #tsah.

Tahun politik, menurut saya, membuat semua orang jadi lucu.
Semua orang, terutama para politikus, jadi mirip remaja galau.