What and if are just two ordinary words, but when they come together in a sentence, it could be one of the worst things in life. Karena ketika berandai-andai, kita lalu menjadi sedih karena pengandaian ndak akan merubah apapun yang terjadi hari ini.
Well, that's what I believe for a very long time. Tapi, di post kali ini, aku justru kepingin berandai-andai. Bukan sebagai bentuk penyesalan, namun karena aku ngerasa sangat bersyukur. Particularly, grateful for my failures. Karena bila sebelumnya ndak gagal, bisa jadi aku malah ndak akan seberuntung ini :)
Selasa, 28 Juni 2016
Kamis, 07 April 2016
Nulis Opini Cuma Butuh Cuma
[Dialog yang beberapa kali terjadi]
X: "Mal, kamu kalo nulis di koran gitu dapet fee berapa?"
Y: *menyebutkan range nominal angka*
X: "Wah, enak ya. Cuma nulis gitu doang dapetnya banyak."
[Dialog selesai]
Ehehe. "Cuma".
Tapi, kalo dipikir-pikir memang cuma sih. Dulu, pertama kali aku nulis Opini di Kompas, cuma karena lagi gelisah yang bertemu dengan kengangguran dan kebutuhan akan uang jajan tambahan. Iya, UANG. HAHAHAHAH. Jadi, buat yang mengira aku menulis karena kritis dan idealis, kalian keliru kawan, aku justru oportunis, materialis, dan melankolis #eaaa
X: "Mal, kamu kalo nulis di koran gitu dapet fee berapa?"
Y: *menyebutkan range nominal angka*
X: "Wah, enak ya. Cuma nulis gitu doang dapetnya banyak."
[Dialog selesai]
Ehehe. "Cuma".
Tapi, kalo dipikir-pikir memang cuma sih. Dulu, pertama kali aku nulis Opini di Kompas, cuma karena lagi gelisah yang bertemu dengan kengangguran dan kebutuhan akan uang jajan tambahan. Iya, UANG. HAHAHAHAH. Jadi, buat yang mengira aku menulis karena kritis dan idealis, kalian keliru kawan, aku justru oportunis, materialis, dan melankolis #eaaa
Label:
interest,
ngebacot,
sebuah-pemikiran,
sharing
Langganan:
Postingan (Atom)