Jumlah peserta jadi perhatian utama saya saat menghadiri
Kompas Saba Kampus, Sabtu (14/6) lalu. Aula Gedung C FISIP Unair hampir terisi penuh, bahkan sebelum acara dimulai. Saya terkagum,
sekaligus sedikit miris. Sebab, ini bukan kali pertama instansi media
mengadakan workshop di Unair, terutama FISIP. Namun, sebelumnya, animo peserta
tak pernah setinggi ini.
RAMAI, bahkan sebelum dimulai |
Kerap kali, dosen-dosen Ilmu Komunikasi mewajibkan mahasiswa di beberapa mata kuliah tertentu
untuk meramaikan acara. Hal serupa tak saya temukan di Kompas Saba
Kampus. Hari itu, tak perlu ada ancaman “akan diabsen” untuk mendatangkan
ratusan mahasiswa. Entahlah. Mungkin ini hanya soal pemilihan waktu pengadaan
acara. Mungkin juga disebabkan publikasi Kompas yang lebih gencar dibanding media
lainnya. Bisa jadi juga karena fasilitas yang dijanjikan lebih mumpuni dan tak
ditarik biaya sama sekali. Atau memang, nama besar suatu instansi media
mempengaruhi tingkat keinginan seseorang untuk menimba ilmu. Ha-ha. Hingga kini
pun saya masih bertanya-tanya.
Bicara soal nama besar, tema yang
diangkat Kompas adalah Pemilu dan Peran Media. Isu terseksi tahun ini. Di mana,
media tentunya punya andil besar untuk membesarkan nama kandidat pada pesta
demokrasi lima tahun sekali tersebut. Peran, yang bila dianalogikan, mampu memecah
belah Indonesia sedemikian rupa, setelah terakhir kalinya terbagi dua saat
harus memilih antara Joy atau Delon.
Menariknya, tema tersebut
disampaikan bukan dari pihak redaksi. Melainkan oleh Bestian Nainggolan, Senior Researcher Kompas. Banyak pengetahuan baru yang saya dapatkan. Tentunya dengan perspektif
berbeda dari workshop lain yang pernah saya ikuti. Tak hanya itu, Kompas juga
menghadirkan Ricky Setiawan yang banyak bicara soal passion. Lagi-lagi ini isu
seksi, khususnya bagi mahasiswa. Yang umumnya masih galau ingin melakukan apa
selama kuliah dan setelah lulus ingin jadi apa.
Namun, sesi yang paling membekas bagi saya tetaplah sesi kelas Menulis Jurnalistik yang diisi oleh Wisnu Nugroho
(Mas Inu). Di kelas ini, saya bukan diminta mendengarkan materi lalu praktik menulis berita. Mas Inu justru lebih banyak sharing pengalamannya
menjadi wartawan istana negara. Meski hanya duduk diam dan mendengarkan, banyak
pencerahan yang saya dapatkan. Ide-ide untuk tulisan baru pun bermunculan.
Salah satunya yang kemudian saya tulis untuk kolom Mahasiswa Bicara di Kompas
dan mampu menggondol juara pertama. Terima kasih banyak, Mas. Semoga saja lewat
tulisan ini saya berkesempatan untuk kembali bertemu dengan Mas Inu dan
mengucapkan terima kasih secara langsung :)
SEDIKIT dari banyak yang saya dapatkan di Kompas Saba Kampus |
EFEK tidak langsung mengikuti kelas Menulis Jurnalistik |
XOXO,
Amalia Nurul Muthmainnah